Kesehatan dasar panggul sangat penting bagi perempuan. Hal ini terkait erat dengan kualitas buang air kecil atau gangguan berkemih. Berbagai faktor membuat perempuan mengalami masalah gangguan berkemih yang dikenal pula dengan Inkontinensia Urin.
Spesialis Urologi dr. Nadir Chan, Sp.O.G, Subsp.Urogin RE, dari Jakarta Urogynecology Center (Juncenter), RS YPK Mandiri, Jakarta mengatakan kehamilan, melahirkan dan penuaan jika tidak dipantau dengan baik bisa berakhir pada kerusakan atau kelainan hingga kelemahan organ dasar panggul. Kondisi ini dikaitkan dengan posisi kandung kemih, rahim dan sistem pencernaan. Dasar panggul mirip ikatan seperti pada ayunan yang merentang mulai dari tulang pubik di depan, hingga dasar tulang belakang.
“Jika dasar panggul, rusak atau lemah, risiko yang mungkin terjadi bisa sangat beragam. Mulai Prolaps Organ Panggul (POP), inkontinensia urin, inkontinensia fekal, hingga masalah disfungsi seksual,” kata dr. Nadir Chan, Sp.O.G kepada wartawan baru-baru ini.
Lalu apa itu inkontinensia urin?
Inkontinensia urin adalah kondisi ketika penderita mengeluarkan urin tanpa kendali saat beraktivitas ringan. Seperti batuk, tertawa, bersin, berlari atau mengangkat beban berat.
Semua kegiatan yang menambah beban dasar panggul penderita akan membuat kebocoran pada kandung kemih tanpa bisa ditahan lagi. Termasuk pertambahan berat badan penderita atau akibat kehamilan yang kondisinya tak terpantau.
Sebuah penelitian di Amerika Serikat bahkan menyebut, dari 25 juta orang berusia di atas 18 tahun yang mengalami berbagai jenis inkontinensia urin, ternyata 85 persennya adalah perempuan. Di Juncenter solusi untuk mengatasi inkontinensia urin ini sangat beragam. Tergantung pada hasil konsultasi dan derajat keparahan kondisi pasien.
Bagaimana Pengobatannya?
Pengobatan inkontinensia urin ada dua acara, yaitu pengobatan non operasi dan operasi. Pengobatan dengan cara non operasi bisa dimulai dengan latihan kegel, penggunaan kursi elektromagnetik, dan femilift.
Ketika terapi tersebut sudah tidak mungkin dilakukan terapi bisa melalui tindakan operasi, baik yang sifatnya minimally invasive surgery atau bedah terbuka. Keuntungan terapi minimally invasive hanya meninggalkan luka sayatan ringan.
1. Kursi Elektromagnetik
Kekuatan dasar panggul bisa dibentuk dengan melakukan senam Kegel. Latihan ini ditemukan oleh seorang ginekolog, Arnold Kegel pada tahun 1948. Kegel mengacu pada gerakan kontraksi dan melepas otot dasar panggul dalam hitungan tertentu dalam kondisi tubuh relaks.
Para peneliti memperkirakan sekitar sepertiga wanita mengalami robekan di jaringan otot dasar panggul akibat melahirkan. Melakukan latihan Kegel saat hamil dan pasca persalinan dapat membantu menghindari ini.
Sayangnya seringkali pelemahan organ panggul berkejaran dalam waktu dengan upaya-upaya untuk menguatkannya. Dalam kondisi inilah kehadiran kursi elektromagnetik dengan energi HIFEM (high-intensity focused electromagnetic energy) sangat membantu. Di Juncenter RS YPK Mandiri ada kursi khusus yang menggunakan teknologi ini.
Menurut dr. Nadir Chan, Sp.O.G, Subsp.Urogin RE, terapi kursi elektromagnetik bisa dilakukan sembari duduk biasa dan tetap menggunakan busana lengkap. Saat terapi dijalankan, kursi magnet akan menginduksi kontraksi otot supramaksimal dengan mengeluarkan getaran yang membuat dasar panggul hingga otot terdalam berkontraksi setara dengan 11.000 hingga 20.000 gerakan Kegel. Hanya dalam waktu 30 menit.
Otot-otot dasar panggul akan terlatih kembali secara merata. Demikian pula dengan kontrol neuromuskularnya. Kursi magnetik termasuk tindakan non-invasif. Namun meski tanpa rasa nyeri, beberapa hari pasca tindakan pasien mungkin akan merasakan seperti habis olahraga sedang hingga berat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan BTL Research, 95 persen dari pasien inkontinensia urin menyatakan perbaikan kondisi dari hari ke hari setelah penggunakan kursi elektromagnetik. Sementara 85 persen lagi menyatakan merasa kepuasan hubungan intimnya menjadi lebih baik.
2. Femilift/Laser CO2
Ada pula FemiLift sebagai terapi masalah dasar panggul yang termasuk minimally invasive. Femilift menggunakan teknologi laser CO2.
Femilift tak hanya untuk menangani masalah inkontinensia urin semata. Tapi secara luas bisa untuk juga untuk mengembalikan keremajaan (rejuvenasi) area panggul dan area intim bagian luar dan dalam. Baik penampilan maupun sensasinya tanpa bedah.
Hanya dengan 1-3 kali terapi, jaringan kulit dan mukosa dipanaskan hingga terbentuk kolagen baru. Kolagenlah yang paling menentukan kekenyalan sebuah jaringan.
Prosedurnya juga cukup sederhana. Sebuah alat berbentuk tube kecil berisi laser CO2 akan dimasukkan ke vagina. Alat ini kemudian menembakkan sinar secara merata, berputar 36 derajat ke seluruh permukaan dinding rahim. Kedalaman sinar hanya sekitar 3 milimeter dari permukaan kulit.
3. Transobturator Tape
Teknologi bidang kedokteran semakin memungkinkan pembedahan dilakukan seminimal mungkin (minimally invasive surgery). Salah satunya adalah penggunaan transobturator tape untuk kasus inkontinensia urin. Beberapa keuntungan dari tindakan minimally invasive yakni luka lebih kecil dan lebih cepat sembuh, waktu rawat pasien di rumah sakit lebih singkat, waktu operasi jauh lebih cepat, jumlah alat yang dipakai untuk operasi lebih sedikit, mengurangi risiko infeksi akibat operasi. (Redk-2)