Ina Prayawati mengingatkan, ini juga mengimbau kepada masyarakat khususnya pedagang dan masyarakat menengah keatas, agar tidak memonopoli minyak goreng bersubsidi untuk keuntungan pribadi.
“Peruntukan dan tujuannya sudah jelas, jadi jangan sampai salah sasaran atau membiarkan hal tersebut di monopoli oleh oknum tertentu, demi keuntungan pribadi. Kasihan masyarakat lain yang juga memerlukan,” tandasnya.
Wakil rakyat meminta Dinas Perdagangan untuk memperketat pengawasan sekaligus memastikan agar minyak goreng bersubsidi yang dijual di swalayan bisa tepat sasaran.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan menegaskan, hal tersebut sesuai dengan arahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk menyediakan harga minyak goreng dengan harga terjangkau. Sehingga, meskipun harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) sedang naik, tidak akan memengaruhi harga minyak goreng dalam negeri.
“Pemerintah tidak ada batas waktu untuk memastikan ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau. Tidak ada batas waktu,” kata Oke Nurwan secara virtual, Selasa (8/2).
Oke Nurwan memaparkan, untuk tetap menjaga harga minyak goreng tetap terjangkau, pihaknya telah mengeluarkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
Kebijakan ini dibebankan kepada eksportir CPO dan produk turunannya. Dengan demikian, bagi perusahaan sawit yang ingin mengekspor produk, harus terlebih dahulu memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Yang mau ekspor sabun pun wajib pasok dulu minyak goreng, ekspor sama pasok dulu minyak goreng termasuk yang mau ekspor jelantah,” tuturnya.
Hingga saat ini, Oke Nurwan menambahkan, sebanyak 196 perusahaan CPO belum diizinkan untuk melakukan ekspor meskipun telah mengajukan perizinan dan masih masih tertahan.